Selama beberapa tahun terakhir, saya bertemu beragam orang dengan latar belakang akademis yang cukup baik. Namun, mereka kerap kesulitan menemukan frekuensi komunikasi yang cocok dengan lawan jenis, dan seringnya gagal menjaga hubungan jangka panjang.
Aristoteles mengajarkan cara menerapkan ethos, logos dan pathos dalam berkomunikasi, baik dengan orang lain, maupun pasangan.
Pada masa Yunani kuno, sekitar abad ke-5 SM, terdapat sekelompok pengkhotbah berjubah dan bersandal yang dikenal sebagai kaum Sophis. Mereka terkenal gemar berbicara, berdebat, mengajari orang lain, beradu argumen, serta menggunakan persuasi untuk memengaruhi keyakinan dan opini masyarakat..
Kaum Sophis menggunakan metode “retorika” (rhetoric). Ini merupakan seni menggunakan bahasa dengan tujuan membujuk. Kaum Sophis terkenal sangat profesional dan mendapat bayaran bagus, yang tahu cara mengesankan dan membujuk lawan bicara. Retorika dari kaum Sophis ini terkenal cenderung emosional, penuh bunga-bunga, dan terkadang minim bukti faktual.
Aristoteles (orang barat menyebutnya Aristotle), melawan para pembujuk itu dengan metode dan pendekatan yang lebih elegan. Alih-alih berfokus pada pendapat para kaum Sophis, ia justru mengkritik ‘metode’ yang mereka gunakan.
Aristoteles memiliki cara yang sangat unik dalam menghadapi kepalsuan dalam berbahasa, terutama dalam retorika dan persuasi. Menurutnya, kaum Sophis cenderung menggunakan retorika untuk memanipulasi pikiran orang lain dengan fokus terlalu jauh pada emosi, padahal semestinya mereka lebih fokus pada penyajian fakta.
Aristoteles menawarkan cara yang lebih efektif, ketimbang kaum sophis dalam melakukan persuasi, tanpa banyak puisi dan bahasa indah berbunga-bunga. Ia punya aturan main sendiri yang sulit ditiru orang lain, yang mengajarkan seseorang agar tidak terjebak dalam bunga-bunga bahasa manipulatif. Metodenya juga berguna dalam membangun ketertarikan, termasuk dalam hubungan personal, tanpa harus memainkan emosi pasangan. Sebaliknya, ia menekankan pentingnya menampilkan citra diri secara autentik.
Menggunakan Ethos Sebagai Prinsip ‘Menjadi Apa Adanya’
Memiliki moral yang baik dan karakter yang tangguh saja tidak cukup. Kamu perlu menetapkan moral ini kepada lawan bicara kamu. Sebab, betapapun bagusnya moralmu, kamu tidak menarik perhatiannya jika tidak mengkomunikasikan moral itu.
“Tunjukan moral kamu dengan penuh cinta”
Lalu, bagaimana cara menerapkannya dalam hubunganmu?
- Bagikan pengalaman pribadi kamu secara simultan, dan apa adanya. Supaya lawan bicara kamu tahu, apa yang sedang kamu komunikasikan berdasarkan pengalaman kamu selama ini.
- Hindari bahasa yang sulit dipahami orang lain. Kedengarannya klise, tapi kesalahpahaman bisa terjadi di awal, tengah, bahkan akhir sebuah hubungan. Jika kamu menginginkan hubungan jangka panjang, belajarlah mengomunikasikan maksud dengan jelas. Gunakan kata-kata yang sederhana dan mudah dimengerti, serta hindari istilah teknis atau bahasa akademis yang mungkin terasa rumit bagi pasanganmu.
- Tunjukan bahwa keinginan kamu menolong orang lain itu tulus, jangan dibuat buat. Tulus itu bukan menyenangkan pasangan, tetapi menghargai apa yang disenangi pasangan kamu.
- Buktikan, kamu mengerti yang sedang kamu ucapkan. Sebaiknya, ucapan kamu sejalan dengan tindakan, ini akan menciptakan situasi ‘kepercayaan’ yang terbangun dengan sendirinya.
- Perlihatkan, kamu ahli dan berpengetahuan, mengenai seseorang yang sedang kamu dekati. Lakukan penjajakan lebih dalam, memahami personal dan profil masing masing, saling mengerti ‘apa yang harus’ dan ‘apa yang tidak harus’ diutarakan dalam perbincangan.
Pada masa sekarang Ethos dikenal sebagai sebuah cabang Filsafat Etika yang bertujuan mengaplikasikan ajaran kebijaksanaan ke dalam raktik hidup.
Menyampaikan Maksud Secara Jelas Melalui Logos
Logos berarti: Katakan. Berikan bukti, bukan kata-kata kosong.
Aristoteles mengartikan ‘Logos’ sebagai ‘kata’, ’sabda’, ‘buah pikiran’ yang dihasilkan dari penalaran rasional dan objektif. Logos bisa berupa ide yang disampaikan dengan kata dan tulisan. Didalamnya, terdapat kekuasaan Ilahi dan hukum alam yang bersifat universal. Secara khusus, logos diidentikan dengan ide yang dikemas menjadi sebuah “kata”.
Ingat, tujuan menjalin hubungan jangka panjang itu adalah keberanian berkomitmen, saling mengerti, berdiskusi, berdebat, dan mencari solusi seumur hidup. Menentukan siapa calon pasanganmu itu seperti memilih sebuah buku tebal yang harus kamu baca dan pahami terus menerus tanpa lelah.
Begini cara menerapkan prinsip ‘logos’ agar hubungan tahan lama:
- Hindari ambiguitas. Sampaikan apa yang ingin kamu bicarakan dengan detail, nilai dan hasil yang memadai. Jika terasa ada maksud yang timpang, segera lakukan klarifikasi, dan biasakan utarakan pikiran dengan matang sebelum disampaikan.
- Hindari hiperbola. Katakan apa yang dapat kamu berikan, jangan sampai melebihi harapan (eskpektasi).
- Kalau perlu, berikan bukti. Satu pembuktian dapat membatalkan seribu ucapan. Bukti tidak diucapkan, ia diperlihatkan dengan jelas, tanpa kata-kata, lebih bersifat tindakan yang nyata dan terasa. Kalau kamu seorang yang penyayang, tidak perlu berkali-kali menyatakan ‘sayang’, cukup berikan yang dia inginkan, itu sudah menunjukkan kalau kamu menyayanginya.
Gunakan Pathos Agar Maksud Hati Kamu Sepenuhnya Dipahami
Kalau kedua prinsip ethos dan logos kamu terapkan, pathos akan bekerja dengan sendirinya.
Buat orang lain merasakan emosi yang kamu rasakan.
Dalam berinteraksi, gunakan pathos sebagai pemicu, agar menyentuh sub-sadar dan emosi lawan bicara. Kurang lebih begini:
- Gunakan story-telling (cerita) secara deskriptif. Beri gambaran secara alami (natural) dan gunakan contoh terdekat (atau yang dekat) dengan lawan bicara kamu. Menggunakan contoh terdekat itu lebih menyentuh emosi, ketimbang membahas politik negara tidak terjangkau yang kadang bikin emosi.
- Ajukan pertanyaan. Misalnya, persoalan yang membuatnya tidak bisa tidur atau hal-hal yang mengganggu pikirannya terus menerus.
- Bicaralah dengan bahasamu sendiri, sebaik mungkin. Hindari klise, bangun suspense (tarik ulur percakapan) yang berfokus pada menentukan pemecahan bersama, bukan perdebatan.
- Ajak dia bertindak dan mengambil keputusan. Aristoteles menjelaskan ‘tindakan berfikir’ dengan ‘berfikir’ itu tidak sama, tindakan berfikir berorientasi dari hasil pemikiran yang terlihat, seperti ide yang tertuliskan.
Seseorang yang kamu idamkan tidak akan mudah terbujuk oleh rayuan atau hanya melalui tulisan rasional saja, apalagi tidak rasional. Gunakan ethos, logos dan pathos untuk berkomunikasi dengan seseorang sebaik mungkin. [IN]
Baca Juga: Menjaga Lisan Sebagai Bentuk Syukur