Maslahat.id- Liburan sekolah telah tiba. Ya, akhir tahun biasanya anak-anak kita telah menyelesaikan belajarnya pada semester ganjil dan liburan mereka pun tiba. Tidak ada salahnya orang tua mengajak anak berlibur. Tentu bukan sembarang liburan, tetapi liburan penuh makna. Bukan sekadar menghabiskan waktu libur atau menghilangkan kebosanan, tetapi tentu saja liburan yang memberikan kebaikan untuk anak-anak dan keluarga kita.
Liburan dalam Pandangan Islam
Pada dasarnya, berlibur atau berwisata merupakan sesuatu yang dibolehkan dalam Islam, selama niatnya benar dan tidak melanggar syariat Allah Taala. Hal tersebut juga tercantum dalam QS Ali Imran: 137 yang menerangkan,
قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌۙ فَسِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِيْنَ
“Sungguh, telah berlalu sebelum kamu sunah-sunah (Allah), karena itu berjalanlah kamu ke (segenap penjuru) bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul).”
Sebagian orang menilai bahwa berlibur merupakan refresing atau hiburan untuk melepas penat sejenak dari rutinitas. Terkait masalah hiburan sekalipun, sesungguhnya Islam telah mengaturnya. Islam tidak mengharamkan hiburan atau permainan, asalkan tidak menyalahi syarak, sekadarnya, dan bersifat sementara saja, ‘sa’atan wa sa’atan’. Handhalah bertanya tentang hal ini kepada Rasulullah saw., kemudian Rasul bersabda, “Demi Zat yang diriku ada dalam kekuasaan-Nya. Sesungguhnya, andaikan kamu disiplin terhadap apa yang kamu dengar ketika bersama aku dan juga tekun dalam zikir, niscaya malaikat akan bersamamu di tempat tidurmu dan di jalan-jalanmu. Akan tetapi, hai Handhalah, ‘sa’atan wa sa’atan’ (sekadarnya saja).” (HR Muslim).
Imam An-Nawawi mengomentari hadis ini dengan mengatakan, “Sesaat melakukan demikian dan sesaat lainnya melakukan yang lain.” Lebih lanjut ia mengatakan, “Rehatkan jiwa kalian dari rutinitas ibadah dengan melakukan hal yang dibolehkan yang tidak ada dosa, tetapi juga tidak berpahala.” Sahabat Abu Darda’ ra. menyatakan, “Sungguh, saya refresh jiwa saya dengan melakukan sebagian senda gurau atau permainan yang dibolehkan agar saya kembali giat melaksanakan kebaikan.” Sedangkan Imam Ali ra. berkata, “Rehatkan hati kalian karena hati juga merasa bosan sebagaimana jiwa kalian merasa capek dan bosan.” (Syarah An-Nawawi).
Makna Berwisata Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunah
Ketika ada seseorang datang kepada Nabi saw. meminta izin untuk berwisata dengan makna kerahiban atau hendak menyiksa diri, beliau memberi petunjuk dengan mengatakan kepadanya, “Sesunguhnya wisatanya umatku adalah berjihad di jalan Allah.” (HR Abu Daud). Dari hadis ini dapat dipahami bahwa Rasulullah saw. mengaitkan wisata yang dianjurkan dengan tujuan yang agung dan mulia. Islam pun mengaitkan wisata atau perjalanan dengan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah Swt., seperti berhaji atau umrah.
Dalam pemahaman Islam, wisata dikaitkan dengan ilmu dan pengetahuan. Pada masa permulaan Islam, telah ada perjalanan sangat agung dengan tujuan mencari ilmu dan menyebarkannya. Sampai Al-Khatib Al-Bagdady menulis kitab yang terkenal ‘Ar-Rihlah Fi Tholabil Hadits’. Di dalamnya, beliau mengumpulkan kisah orang yang melakukan perjalanan hanya untuk mencari satu hadis saja. “Mereka itu adalah orang-orang yang bertobat, beribadah, memuji, melawat, ruku, sujud, menyuruh berbuat makruf dan mencegah berbuat munkar, serta memelihara hukum-hukum Allah. Gembirakanlah orang-orang mukmin itu.” (QS At-Taubah: 112). Ikrimah berkata ‘As-Saa’ihuna’ (melawat) mereka adalah mencari ilmu.
Selanjutnya, maksud wisata dalam Islam adalah mengambil pelajaran dan peringatan. Di dalam Al-Qur’an terdapat perintah untuk berjalan di muka bumi. Allah Swt. berfirman, “Katakanlah, ‘Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.‘” (QS Al-An’am: 11). Dalam ayat lain, “Katakanlah, ‘Berjalanlah kamu (di muka) bumi, lalu perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang berdosa.‘” (QS An-Naml: 69). Al-Qasimi rahimahullah berkata, ”Mereka berjalan dan pergi ke beberapa tempat untuk melihat berbagai peninggalan sebagai pelajaran dan manfaat lainnya.” (Mahasinu At-Ta’wil, 16/225).
Yang terakhir dari pemahaman wisata menurut Islam adalah melakukan perjalanan untuk merenungi keindahan ciptaan Allah Taala. Menikmati indahnya alam nan agung akan mendorong jiwa manusia untuk menguatkan keimanan terhadap keesaan Allah dan memotivasi menunaikan kewajiabn hidup. Allah Swt. berfirman,
قُلْ سِيرُوا فِي الأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ بَدَأَ الْخَلْقَ ثُمَّ اللَّهُ يُنشِئُ النَّشْأَةَ الْآخِرَةَ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Katakanlah, “Berjalanlah di bumi, maka perhatikanlah bagaimana (Allah) memulai penciptaan (makhluk), kemudian Allah menjadikan kejadian yang akhir. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.’” (QS Al-Ankabut: 20).
Apa yang Harus Diperhatikan Keluarga Muslim ketika Berlibur Bersama Keluarga?
Setiap keluarga muslim tentu berharap liburan bersama seluruh anggota keluarga berjalan baik, lancar, penuh makna, dan bernilai pahala. Oleh karena itu, setidaknya ada enam hal yang perlu diperhatikan oleh setiap keluarga muslim sehingga liburan yang dilalui penuh keberkahan.
1. Momentum untuk makin mendekatkan diri kepada Allah Taala.
Setiap orang tua tentu ingin mengajak anggota keluarganya berlibur ke berbagai tempat yang bisa menguatkan kecintaan kepada Sang Pencipta. Hal ini akan memberi pengaruh yang sangat baik bagi seluruh anggota keluarga, yakni menguatkan keimanan dan mengukuhkan kekuatan ruhiyah. Allah Swt. berfirman, “Katakanlah, “Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.‘” (QS Al-Ankabut: 20).
Semua ini bisa terwujud dengan mendatangi objek wisata yang menyajikan keindahan alam anugerah Allah Swt., seperti keindahan lautan lepas, alam pegunungan, air terjun, dan sebagainya. Bisa juga mengunjungi peninggalan bersejarah dari peradaban Islam yang sarat nilai-nilai Islam dan tidak bertentangan dengan Islam. Ini akan menjadi sarana menanamkan pemahaman Islam dan keluhuran peradabannya, serta mengukuhkan keyakinan keluarga kita kepada Allah, Sang Pencipta.
2. Mengunjungi kerabat untuk mempererat silaturahmi.
Berlibur dengan mengajak keluarga mengunjungi kerabat akan memberikan kesan tersendiri bagi anak-anak kita. Mengunjungi kakek dan nenek, serta saudara lainnya akan makin menguatkan rasa sayang anak kepada keluarga besar. Mereka jadi mengenal para saudaranya yang jauh maupun yang dekat, mempererat silaturahmi, dan meraih pahala. Ini karena menghubungkan silaturahmi merupakan kewajiban setiap muslim.
Terlebih ketika anak-anak berkunjung ke rumah kakek dan neneknya, biasanya akan meninggalkan kesan indah dan mendalam bagi mereka. Banyak pelajaran kehidupan yang dapat diberikan oleh kakek dan nenek. Mereka juga dapat berpetualang, membuat mainan sederhana, hingga panen buah atau sayuran bersama. Bisa jadi pengalaman ini belum pernah dialami sebelumnya sehingga menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi mereka.
3. Menjauhi tempat wisata yang mengandung aktivitas terlarang.
Islam melarang umatnya berwisata ke tempat yang merusak. Misalnya, terdapat campur baur laki-laki dan perempuan, banyak pengunjung yang tidak menutup aurat, atau beragam tempat yang di dalamnya terdapat acara-acara bebas. Kita harus menghindari berbagai tempat yang menjadi tempat maksiat, seperti di pinggiran pantai yang laki-laki dan perempuan bebas campur baur.
Para ulama dalam Al-Lajnah Ad-Daimah mengatakan, “Tidak diperkenankan bepergian ke tempat-tempat kerusakan untuk berwisata. Hal itu mengundang bahaya terhadap agama dan akhlak. Sesungguhnya, ajaran Islam datang untuk menutup peluang yang menjerumuskan kepada keburukan.” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah).
4. Liburan, momentum menguatkan ikatan keluarga.
Sesungguhnya, liburan bisa menjadi momentum mengembalikan kehangatan keluarga, menguatkan ikatan keluarga, serta mempererat hubungan orang tua dan anak-anak. Mengajak anak liburan biasanya menjadi momen yang sangat ditunggu oleh anak-anak. Dengan berlibur bersama, orang tua bisa membersamai anak-anak lebih intens.
Saat liburan bersama, orang tua dan anak-anak dapat melakukan berbagai aktivitas bersama. Orang tua bisa lebih leluasa mencurahkan kasih sayangnya pada anak karena waktu bersama menjadi lebih lama. Berbagai kegiatan positif dan komunikasi sepuasnya bisa dilakukan bersama. Ini akan menjadikan orang tua makin dekat dengan anak-anak dan mengukuhkan ikatan keluarga.
5. Manfaatkan waktu dengan baik, tetapi tetap beribadah maksimal.
Liburan bukanlah alasan untuk meninggalkan amalan sunah yang sudah biasa kita lakukan bersama keluarga. Mungkin kita tidak bisa berpuasa sunah, tetapi ibadah sunah lainnya tetap bisa dilakukan. Anggota keluarga masih bisa salat wajib berjemaah, salat sunah rawatib dan tahajud, ataupun tadarus Al-Qur’an bersama. Suasananya tentu akan lebih khusyuk.
Rasulullah saw. mengingatkan bahwa kita banyak lalai ketika sehat dan punya waktu luang. Ini sebagaimana sabda beliau, “Ada dua kenikmatan yang banyak dilupakan oleh manusia, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.” (Muttafaqun ‘alaih). Para ulama mengatakan, “Waktu adalah nafas yang tidak mungkin akan kembali.”
6. Memilih liburan yang bernilai lebih.
Yang juga penting untuk diperhatikan adalah memilih liburan yang bernilai lebih. Ketika memiliki rezeki lebih, alangkah baiknya kita bersama keluarga memanfaatkan waktu liburan dengan pergi ke tempat yang bernilai pahala besar, yaitu melaksanakan ibadah umroh sekeluarga. Sesungguhnya, nilai ruhiyah dan pahala kegiatan ini berlipat ganda.
Rasulullah saw. bersabda, ”Tidak dianjurkan melakukan rihlah atau kunjungan (dalam rangka ibadah) ke suatu tempat, kecuali ke tiga masjid, yaitu Masjidil Haram, Masjidku (Masjid Nabawi) dan Masjid Al-Aqsha.” (HR Muslim). Rasulullah saw. juga bersabda, “Makkah tempat beribadah yang digandakan, semua bentuk ibadah menjadi seratus ribu kali dari yang dilakukan di luar kota Makkah.” (HR Imam Bukhari). Sabdanya lagi, “Salat di masjidku (Masjid Nabawi) ini lebih baik daripada seribu kali salat di tempat lain, kecuali masjidil Haram.” (HR Bukhari dan Muslim).
Khatimah
Demikianlah, Islam mengatur cara keluarga muslim mempersiapkan liburannya sehingga penuh makna dan bernilai pahala. Rasulullah saw. pernah membenarkan nasihat yang disampaikan oleh Salman pada Abu Darda’, “Sesungguhnya bagi Rabb-mu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.” (HR Bukhari). Ini artinya, kita diperintahkan untuk membagi waktu dengan bijak, yaitu waktu untuk beribadah kepada Allah, untuk keluarga, dan untuk badan beristirahat.
Wahai para ayah, sempatkanlah berlibur bersama istri dan anak-anak. Kebersamaan bersama keluarga akan membangun kehangatan dan komunikasi yang baik, serta memberikan pelajaran dan pahala berlimpah jika dilakukan sesuai tuntunan Islam. Wallahualam bissawab.
Ummu Nashir NS