Ditakdirkan sebagai Anak Perempuan dan tumbuh melalui kedekatan batin yang kuat dengan sosok Ibu, merupakan sebuah pengalaman yang berharga dan penuh makna. Hubungan ini tidak hanya memberikan rasa aman dan kasih sayang, tetapi juga menjadi sumber inspirasi, pembelajaran, dan kekuatan dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Kedekatan tersebut menciptakan ruang untuk berbagi nilai-nilai, pengalaman, serta pelajaran hidup yang membentuk karakter dan kepribadian anak perempuan dengan cara yang mendalam dan berkelanjutan. Kesempatan yang belum tentu dimiliki oleh banyak anak di dunia. Hal inilah yang ingin dibagikan dalam bentuk sebuah pelajaran yang dapat membuka dan memberikan cara pandang baru tentang bagaimana mendeskripsikan sosok perempuan yang dapat dikontruksikan ulang dari segi kekuatanya.
Mengapa hal ini dirasa penting? Karena sering kali kehebatan perempuan tidak disadari sepenuhnya, termasuk oleh perempuan itu sendiri. Perempuan yang memilih menikah dan menjalani peran sebagai ibu rumah tangga memiliki tanggung jawab yang kompleks dan signifikan dalam membangun keluarga dan mendukung kehidupan sosial. Namun, peran ini sering kali dianggap sebagai sesuatu yang sudah seharusnya dilakukan, tanpa mendapatkan apresiasi yang memadai.
Padahal, baik perempuan yang memilih menjadi ibu rumah tangga maupun mereka yang bekerja di luar rumah sama-sama memberikan kontribusi besar dalam berbagai aspek kehidupan, yang seharusnya diakui dan dihargai tanpa mengurangi nilai dari pilihan masing-masing. Hal ini didukung oleh Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 yang dikutip dari komnasperempuan.go.id, menunjukkan bahwa 89% perempuan di Indonesia terlibat dalam pekerjaan domestik yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, seperti mengurus anak dan pekerjaan rumah tangga. Sebaliknya, hanya 27% laki-laki yang terlibat dalam peran yang sama. Angka ini mencerminkan adanya anggapan stereotip bahwa perempuan “secara alami” lebih cocok untuk pekerjaan rumah tangga. Hal ini menyebabkan kontribusi perempuan dalam pekerjaan domestik sering kali tidak dihargai atau dihormati.
Kesadaran ini terlahir dari beberapa pemateri hebat dalam sebuah acara yang dirumuskan oleh teman-teman komunitas Gusdurian pada bulan november lalu yang bertempat di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Konsepnya sangat sederhana, tetapi kesederhaan tersebut berhasil memantik kepekaan dalam lingkungan sekitar untuk mencoba memahami dan melihat apa yang selama ini tidak terlihat.
Menghadapi Stereotip yang Mengakar
Menurut UN Women yang dikutip dari Kumparan.com, diperkirakan 736 juta perempuan di seluruh dunia, atau 1 dari 3 perempuan, pernah menjadi korban kekerasan fisik atau seksual setidaknya sekali seumur hidup. Femisida, atau pembunuhan perempuan dengan motif gender. Fenomena femisida disebut sebagai pandemi yang menjangkiti dunia, dengan jumlah kasus mencapai 51.100 korban sepanjang 2023.
Di tengah masyarakat, terdapat stereotip yang berkembang luas dan tumbuh subur, yang memandang perempuan sebagai sosok yang lemah dan tak berdaya. Pandangan ini masih mengakar kuat dalam berbagai budaya dan tradisi, meskipun kenyataannya justru berbanding terbalik dengan apa yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari. Perempuan, terutama dalam peran mereka sebagai ibu, secara konsisten menunjukkan kekuatan luar biasa yang menjadi fondasi bagi keluarga dan masyarakat.
Salah satu contoh nyata yang mudah ditemukan adalah peran seorang ibu, yang menggambarkan keunikan dan kekuatan luar biasa dalam kehidupan. Setiap ibu, terlepas dari kondisi fisik atau kemampuan yang dimilikinya, memiliki kemampuan untuk mengelola berbagai tanggung jawab, baik di rumah maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Meski terkadang ada keterbatasan, seorang ibu tetap menunjukkan keteguhan hati dan kecerdikan dalam menyelesaikan berbagai tugas, bahkan sering kali secara bersamaan.
Hal ini menunjukkan bahwa kasih sayang dan dedikasi seorang ibu melampaui batas fisik yang tampak. Sebagai manusia yang berfikir, seringkali kita mendegarkan kalimat sederhana yang sedikit menggelitik,“Satu ibu mampu merawat empat anak sekaligus, tetapi empat anak belum tentu dapat mengurus satu ibu dimasa tuanya”.
Kalimat di atas kembali menyadarkan kita perihal kekuatan seorang perempuan yang mengabdikan dirinya menjadi ibu rumah tangga, terkadang tidak disadari kehebatanya. Mari kembali kita fikirkan tentang bagaimana kekuatan hebat yang tersimpan dalam diri seorang perempuan melalui penelitian. Terdapat penelitian yang mengatakan bahwa perempuan lebih dominan menggunakan perasaan dibandingan logika. Hal ini merupakan suatu kelebihan yang mengartikan bahwa perempuan memiliki tingkat kepekaan yang tinggi, oleh karena itu ia lebih sensitif dalam banyak hal. Sebuah intuisi yang tidak dirasakan oleh para lelaki.
Layaknya seorang ibu yang memiliki kelembutan hati, ia mampu merasakan kegelisahan seorang anak tanpa perlu bercerita terlebih dahulu. Ia mampu ikut merasakan rasa sakit yang dirasakan oleh anaknya, tanpa harus menjelaskan bagaimana rasa sakit yang dirasakan oleh anaknya tersebut.
Ibu bukan hanya sebagai pengasuh, tetapi juga sebagai pendidik, pelindung, dan penopang emosi bagi keluarga. Dengan penuh kesabaran, mereka rela mengorbankan waktu, tenaga, dan bahkan kebutuhan pribadi untuk memastikan kesejahteraan orang-orang yang mereka cintai. Ketangguhan seorang ibu dalam menghadapi tantangan hidup, baik fisik maupun emosional, membuktikan bahwa stereotipe kelemahan tentang perempuan jauh dari kenyataan. Namun, apakah semua ibu menjalani peran yang sama?.
Tidak semua ibu mengalami perjalanan yang sama, terutama bagi mereka yang bekerja di luar rumah. Ibu pekerja, misalnya, sering kali menghadapi tantangan ganda dalam menyeimbangkan pekerjaan dan tanggung jawab keluarga, namun mereka tetap menunjukkan ketangguhan yang luar biasa. Mereka juga berperan besar dalam memberikan dampak positif bagi keluarga dan masyarakat, meskipun cara mereka melakukannya mungkin berbeda dengan ibu yang lebih fokus di rumah.
Ketangguhan seorang ibu dalam menghadapi tantangan kehidupan, baik yang bersifat fisik maupun emosional, adalah bukti nyata bahwa stereotip kelemahan perempuan sama sekali tidak mencerminkan realitas. Di balik setiap langkah maju keluarga atau masyarakat, ada peran besar seorang ibu yang bekerja tanpa pamrih, menginspirasi, dan membawa perubahan positif.
Perempuan Sebagai Tiang Penyangga Peradaban
Salah satu tokoh feminisme laki-laki yang bernama Mustafa Kemal Atatürk pernah menyatakan bahwa perempuan adalah tiang penyangga masyarakat. Menurutnya, maju atau mundurnya suatu negara sangat bergantung pada peran penting perempuan dalam mendidik generasi penerus yang unggul di masa depan. Pandangan ini selaras dengan kenyataan bahwa perempuan, ketika berhasil melampaui batasan-batasan stereotip yang sering melekat pada mereka, mampu membuktikan bahwa kelemahan yang diasosiasikan dengan gender semata-mata adalah konstruksi sosial yang tidak memiliki dasar yang kuat.
Melalui perjuangan yang penuh tantangan dan rintangan, perempuan secara konsisten menampilkan ketangguhan, kecerdasan, dan kapasitas mereka untuk menjadi agen perubahan yang signifikan di masyarakat. Mereka bukan sekedar pelengkap dalam tatanan sosial, tetapi juga menjadi motor penggerak kemajuan dan simbol keberanian.
Perempuan membuktikan bahwa kekuatan sejati tidak terletak pada asumsi-asumsi tradisional yang membelenggu, melainkan pada kemampuan untuk melampaui batasan, semangat untuk terus berinovasi, serta tekad untuk menciptakan dampak yang nyata dan berkelanjutan. Di tangan perempuan, kehidupan dan peradaban tidak hanya sekedar bertahan, tetapi juga tumbuh dan berkembang.
Perempuan mampu memberikan warna yang lebih kaya dan makna yang lebih bagi dunia, menjadikan elemen mereka yang tidak tergantikan dalam membangun masa depan yang lebih cerah. Kontribusi mereka, baik di ranah domestik maupun publik, menjadi landasan bagi terciptanya masyarakat yang adil, inklusif, dan penuh harapan.
Baca Juga: Mengurai Luka Tak Kasat Mata: Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Pergulatan Perempuan Melawan Stigma
Picture Source: https://id.pinterest.com/pin/1127448087962680926/